Sidang lanjutan dengan agenda nota pembelaan dari Penasehat Hukum (PH) Eks Walikota Cimahi Ajay Mochamad Priatna dimana sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut hukuman 7 tahun penjara dan harus membayar ganti rugi sebesar 7 Milyar.
Fadly Nasution selaku kuasa hukum terdakwa Eks Walikota Cimahi Ajay M Priatna mengatakan dalam pledoi nota pembelaan pihaknya berharap kebijaksanaan majelis hakim agar bisa menilai dengan bijak dalam putusan nanti.
“Permohonan kita supaya terdakwa dibebaskan karena beberapa saksi dan bukti jelas tidak ada unsur suap dalam perkara ini,” ujar Fadly saat memberikan keterangan kepada awak media di Pengadilan Negri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jl. L. R.E. Martadinata, Kota Bandung pada, Senin (16/8/21).
Menurut Fadly, jika memang ada unsur suap maka negara juga harus bertanggung dalam perkara kasus ini karena telah menerima pajaknya.
“Jika klien kami di dakwakan dengan putusan bersalah maka negara juga harus ada tanggung jawab karena menerima pajaknya dari terdakwa,”tambahnya.
Sementara itu, Ajay M Priatna menuturkan bahwa dirinya mengakui ketidaktahuan terkait kasus yang disangkakan terhadapanya dalam kasus suap dan Gratifikasi izin IMB Rumah Sakit Umum Kasih Bunda (RSUKB).
“ Apakah ketidaktahuan seseorang tentang aturan ataupun ketentuan hukum bisa dipandang sebagai sebuah kejahatan,”kata Ajay.
Menurutnya, Ketidaktahuan tentang adanya ketentuan hukum yang mengatur batasan profesionalisme sebagai seorang pebisnis dengan kedudukan dirinya sebagai kepala daerah.
” Saya sebagai terdakwa sangat meyakini bahwa Majelis Hakim yang mulia akan bisa menilai secara bijak keterangan-keterangan baik dari para saksi maupun saksi ahli,” harap Ajay.
Selanjutnya, kata Ajay, mulai dari keterangan saksi bambang, Marsal, Kowar dan khususnya saksi Djoni yang inkonsisten dan berubah-rubah hingga tidak dapat dibuktikan kebenarannya.
” Hal ini diluar nalar, Sebenarnya apa yang mendasari keterangan beberapa saksi tersebut sehingga dengan mudah dan teganya membuat cerita-cerita fitnah dalam ruangan sidang,”kata Ajay.
Lebih jauh, Ajay menambahkan, Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) digambarkan bagaimana saksi joni dianggap sebagai perantara ataupun layering dirinya (Ajay) kepada beberapa kontraktor dan pihak swasta lainya, menurutnya hal itu sangat bertentangan dengan apa yang sebenar-benarnya terjadi, hal itu di perjelas kembali terkait tuduhan-tuduhan tersebut.
“Saya tegaskan kembali agar kita semua bisa bijaksana dalam menilai kebenaran bahwa pada persidangan beberapa waktu lalu salah seorang saksi beenama Djoni semua keterangannya adlah suatu kebohongan,” tegasnya.
Terkahir, Ajay mengenal saksi Djoni sekitar tahun 2011 di komunitas motor, namun pihaknya dan Djoni tidak pernah berjalan bareng atau akrab karena berbeda group karena Djoni selalu mengkonsumsi minuman keras. adapun terjadinya kedekatan yakni pada saat kampanye pilkada di Cimahi pada sekitar tahun 2016.
“Djoni mengaku kuliah di Jerman, dan pernah di Akmil, Sayapun dibawa kerumah Mayor Jenderal Sadiman yang dikenalkan Djoni sebagai orang tuanya yang kata Djoni adalah salah satu tokoh besar di Cimahi, jadi sudah bisa dinilai tentang keluarga saja sudah berbohong apalagi uang, “paparnya.
” Apa yang disampaikan oleh keterangan beberapa saksi yang menyatakan bahwa saksi Joni telah menerima uang dari beberapa kontraktor atas perintah saya hal itu jelas tidak benar adanya, adapun keterangan saksi Joni yang menyatakan telah menyerahkan sejumlah uang Yanti di kantor usaha itu merupakan suatu kebohongan yang tak mampu dibuktikan kebenarannya, “tandasnya.